Penulis ; Irsan, Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar
Sulsel – Lintaslima.com Indonesia menuju era emas pada tahun 2045, ditandai dengan populasi besar yang sebagian besar terdiri dari generasi muda produktif. Fase bonus demografi ini adalah peluang emas yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Namun, pemuda Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari terbatasnya peran di sektor sosial, ekonomi, pendidikan, hingga politik. Kondisi ini menciptakan distorsi bagi kontribusi pemuda dalam pembangunan bangsa.
Salah satu kendala utama yang dihadapi generasi muda adalah kurangnya kesadaran akan potensi diri dan peluang yang menunggu. Kurangnya pemahaman ini berakibat pada minimnya pengalaman dan keterampilan yang seharusnya dimiliki pemuda, sehingga kualitas dan nilai pemuda rentan mengalami degradasi. Padahal, tuntutan untuk mengisi berbagai peran di masyarakat terus bertambah.
Kondisi ini diperburuk oleh berbagai pengaruh eksternal, termasuk media sosial yang sering kali dimanfaatkan secara tidak tepat. Pemuda yang tidak memiliki pemahaman ideologis yang kuat menjadi rentan terhadap hoaks, kasus kriminal, hingga masalah narkoba. Hal ini tidak hanya menjadikan pemuda sebagai korban, tetapi bahkan sebagai pelaku yang menggerus moral bangsa.
Sebagai solusi, pemuda perlu mulai dari introspeksi diri, menggali potensi, serta menumbuhkan kesadaran untuk berperan aktif di masyarakat. Mengutip Antonio Gramsci, “Perubahan tidak terjadi atas paksaan atau kebiasaan, namun berawal dari kesadaran internal.” Kesadaran diri menjadi langkah awal bagi pemuda untuk meningkatkan kualitas dan berkontribusi aktif dalam masyarakat.
Selain itu, penting juga bagi pemuda untuk tidak sekadar “diam” dalam melihat isu-isu politik. Meski politik kadang dianggap jauh atau rumit, kenyataannya, kebijakan yang berdampak pada kehidupan sehari-hari berasal dari keputusan politik. Momentum Pilkada menjadi peluang bagi pemuda untuk mulai terlibat, bukan hanya sebagai kandidat, tetapi juga dengan memanfaatkan hak suara secara objektif, mengurangi isu SARA, dan mengedepankan toleransi dalam berpolitik.
Zig Ziglar, motivator terkenal dari Amerika, pernah mengatakan, “Kita tidak harus besar untuk memulai, tetapi mulailah untuk menjadi besar.” Ini menjadi pengingat bagi pemuda Indonesia bahwa langkah kecil yang diambil hari ini bisa membawa perubahan besar di masa depan.
Dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045, keterlibatan pemuda di setiap aspek, termasuk politik, adalah kunci. Mari jemput peluang ini, ambil peran, dan berkontribusi nyata untuk masa depan yang lebih baik!